Kuasa Hukum: Eksekusi Kedua oleh JPU Luwu Tidak Sesuai Putusan Pengadilan
LUWU, SPIRITKITA – Tim kuasa hukum terdakwa kasus penyerobotan lahan, Muh Nur Alamsyah dan Muh Israfil Nurddin, mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Luwu untuk mempertanyakan langkah jaksa penuntut umum (JPU) terkait eksekusi kedua terhadap klien mereka.
Pengacara kedua terdakwa, Edyson Linnong, menilai langkah JPU tersebut janggal, mengingat kasus ini telah memiliki kekuatan hukum tetap. Edyson menjelaskan bahwa Pengadilan Negeri Luwu menjatuhkan vonis hukuman percobaan selama lima bulan, yang kemudian diubah menjadi satu tahun hukuman percobaan oleh Pengadilan Tinggi Makassar.
“Klien kami telah menjalani hukuman percobaan sebagaimana yang ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar. Namun, tiba-tiba JPU kembali mengeluarkan surat pemanggilan eksekusi. Ini tidak masuk akal,” ujar Edyson.
Ia menyebutkan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Makassar dengan nomor 14/Pid.B/2024/PN Blp telah dijalankan pada 8 Agustus 2024.
Namun, surat pemanggilan eksekusi kedua pada 6 Desember 2024 menjadi dasar keberatan tim kuasa hukum.
“Apa dasar hukum untuk melakukan eksekusi kedua? Putusan pengadilan sudah jelas dan telah dijalankan. Langkah ini melanggar asas kepastian hukum,” tegasnya.
Edyson menduga eksekusi kedua ini didasari surat dari Ketua Pengadilan Tinggi Makassar kepada Kepala Kejaksaan Negeri Luwu.
Namun, ia menegaskan bahwa surat tersebut tidak dapat mengesampingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Surat dari Ketua Pengadilan Tinggi tidak memiliki kekuatan hukum lebih tinggi daripada putusan pengadilan yang sudah inkrah. Ini langkah yang keliru,” tambahnya.
Selain itu, Edyson mengungkapkan bahwa upaya kasasi JPU ke Mahkamah Agung (MA) untuk menghapus masa percobaan telah ditolak, semakin memperkuat posisi hukumnya.