Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan Judicial Review MA
Kenaikan Iuran BPJS Per 1 Januari Dibatalkan Judicial Review MA
Iuran BPJS yang naik hingga 100 persen per 1 Januari 2020 akhirnya dibatalkan. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan tersebut. Putusan ini telah ketuk palu oleh hakim agung Supandi, Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.
“Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro.
Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) bermohon agar Kenaikan BPJS di batalkan. Adalah Edy Mulyono, salah satu anggota KPCDI, duda berusia 48 tahun dan sudah 6 tahun cuci darah. Saat ini, pasien tidak lagi bekerja dan hidup dengan mengontrak di sebuah rumah petak di Jakarta. Dia Ingin mendaftar menjadi peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI), namun tidak berdaya karena harus berjuang sendiri. Ada juga pasien bernama Rosidah (34). Pekerjaan suami Rosidah sebagai pedagang tukang kopi keliling atau bekerja sebagai kuli bangunan.
“Hanya Rosidah yang mendapat peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sedangkan anak dan suaminya harus rela ke kelas BPJS Kesehatan Mandiri, (PBPU) dengan membuat Kartu Keluarga (KK) secara terpisah. Sudah berulang kali keluarga ini memohon ke dinas sosial setempat agar satu keluarga masuk dalam peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), namun sampai hari ini masih tidak berfungsi,” kata pengacara KPCDI, Rusdianto, Senin (9/3/2020).
Adapun Yanuar (49), hanya pasien yang mendapatkan peserta JKN-Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sedangkan sang istri harus rela ikut di kelas BPJS Kesehatan kelas mandiri Peserta Bukan
“Adanya fakta-fakta penonaktifan kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) tanpa sosialisasi dan fakta masih sulitnya Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) bagi fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi bukti salah pengelolaan dalam mengelola BPJS,” kat Rusdianto menegaskan.
Adapun pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020
Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1
Menanggapi putusan MA ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan melaksanakan putusan MA tersebut.
- Hasil Rekapitulasi Kecamatan Pilwalkot Palopo Rampung, Tinggal Tunggu Rekap Tingkat Kota
- Trisal-Akhmad Menang di Pilwalkot Palopo 2024, Unggul di Lima Kecamatan
- Wali Kota Makassar Sambut Kunjungan Danlantamal VI Brigjen Wahyudi
- HUT KORPRI ke-53, Danny Pomanto Titipkan Pesan Jelang Akhir Masa Jabatan
- Viral! Sindir Paslon Nomor 4, Muhammad Tegar di Laporkan ke Polisi
“Ya ini kan keputusan yang mungkin kita harus liat lagi implikasinya kepada BPJS gitu ya. Kalau dia secara keuangan kemudian akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain,” kata Sri Mulyani di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/3/2020) dikutip dari laman detik.com
Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, kondisi keuangan BPJS Kesehatan tetap defisit meskipun sudah disuntik oleh pemerintah. Oleh karena itu, Sri Mulyani mengaku akan mengkaji lebih dulu keputusan MA.
“Jadi kalau sekarang dengan hal ini, ya ini adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita nanti kita review lah ya,” ungkap dia.(hry)