Pelabuhan Tanjung Ringgit Palopo Disorot: Jadi Terminal Batu Bara Kokas Milik PT BMS
PALOPO, SPIRITKITA – Keputusan menjadikan Pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai terminal batu bara kokas milik PT BMS menuai sorotan tajam dari masyarakat.
Warganet ramai mengomentari dampak kebijakan tersebut, mulai dari masalah lingkungan hingga dampaknya terhadap kesehatan warga yang bermukim di sekitar pelabuhan.
Dalam unggahan yang viral di media sosial, warganet seperti Agus Wijaya mengkhawatirkan potensi pencemaran lingkungan jika batu bara tidak dikelola dengan baik.
“Bayangkan jika timbunan batu bara terkena hujan dan airnya mengalir ke laut… Paling tidak harus ada terminal khusus untuk itu,” tulisnya.
Senada dengan itu, Dika Setiawan menyoroti lokasi pelabuhan yang berada di pusat kota dan dekat pemukiman warga.
“Dampaknya sangat berbahaya dan bisa mengganggu kesehatan masyarakat. Kalau bisa, stok file-nya harus berada dekat dari perusahaan dan jauh dari lingkungan masyarakat,” ujarnya.
Kekhawatiran soal debu batu bara yang terbawa angin menjadi isu lain yang banyak disorot.
Seorang warganet dengan nama akun iwhank mengatakan, “Bahaya ini, debunya akan terbawa angin dan terkena dampaknya ke pemukiman. Nanti masyarakat pasti akan mengeluh masalah debu batu bara.”
Sementara itu, IL Homebase mengkritik kebijakan yang dianggap lebih mengutamakan kepentingan perusahaan daripada masyarakat.
“Ini jelas lebih mengutamakan kepentingan perusahaan tanpa memikirkan dampaknya buat warga di sekitarnya,” tulisnya.
Tidak hanya soal dampak kesehatan, warga juga mempertanyakan regulasi dan dasar hukum penggunaan Pelabuhan Tanjung Ringgit untuk aktivitas PT BMS.
Rinaldy Jaya menyinggung peraturan yang mengharuskan perusahaan tambang membangun sarana dan prasarana sendiri, bukan memanfaatkan fasilitas umum.
“Dalam peraturan, aktivitas perusahaan tambang wajib membuat sarana sendiri untuk kebutuhan perusahaan. Tidak boleh memakai sarana umum yang dibangun oleh pemerintah daerah. Kalau memang ada biaya sewa, apa feedback-nya buat daerah?” tanya Rinaldy.
Sejumlah warga juga mendesak transparansi dari pihak terkait, termasuk DPRD Palopo.
“Kita sebagai masyarakat butuh penjelasan tentang ini. Kalau benar berita ini, sepertinya belum ada informasi sebelumnya soal adanya material batu bara di pelabuhan. Kita juga perlu tahu dasar biaya titipnya, kenapa Rp 200 per kilo, bukan Rp 500 atau Rp 350,” tulis Usman.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT BMS maupun instansi terkait belum memberikan klarifikasi resmi.