Pendapatan Judi Online yang Bisa Dikembalikan ke Negara Capai Rp86,3 Triliun
JAKARTA, SPIRITKITA – Center for Banking Crisis (CBC) mencatat bahwa sepanjang 2017 hingga 2024, pendapatan yang dihasilkan oleh bank, e-wallet, dan operator seluler yang memfasilitasi transaksi judi online (Judol) mencapai sekitar Rp86,3 triliun.
Dana ini seharusnya dikembalikan ke negara dan dapat digunakan untuk program makan bergizi gratis pada tahun 2025.
Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al Habsy, menjelaskan bahwa berdasarkan UU 8/2010 tentang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk mengambil pendapatan yang diperoleh dari transaksi judi online yang dilakukan melalui lembaga pembayaran, seperti bank, aplikasi e-wallet, atau layanan keuangan digital yang disediakan oleh operator seluler.
“Lembaga itu seperti bank, aplikasi e-wallet atau layanan keuangan digital melalui operator seluler yang bisa menjadi media pembayaran judol,” kata Aboe Bakar kepada wartawan.
Aboe menambahkan, jika PPATK tidak memiliki kewenangan untuk mengambil uang dari transaksi judi online, maka pemerintah perlu segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Isi Perppu tersebut akan memperluas kewenangan PPATK agar bisa mengambil dana dari transaksi judi online di lembaga sistem pembayaran resmi.
“Dengan pemberian kewenangan PPATK itu, akan mempercepat pemberantasan judi online yang sampai saat ini belum mampu diatasi. Karena sistem pembayaran tidak bisa offline dengan alasan akan merugikan nasabah lain yang bukan pelaku judi online,” lanjutnya.
Ia menjelaskan bahwa adanya penarikan dana hasil transaksi judi online ini akan memberikan efek jera kepada lembaga penyedia sistem pembayaran yang selama ini terkoneksi dengan merchant judi online.
Sebab, bank, e-wallet, dan operator seluler yang memfasilitasi judi online, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, dapat dikenakan sanksi penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar, berdasarkan UU ITE Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 45 Ayat (2). Selain itu, Pasal 303 KUHP juga mengatur hukuman hingga 10 tahun penjara atau denda Rp25 juta bagi pelaku perjudian.
“Sanksi ini menegaskan bahwa keterlibatan dalam judi online tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membawa risiko serius bagi reputasi dan operasional bank,” tambahnya.
Menurut data intelijen dari Kemenko Politik dan Keamanan, jumlah masyarakat yang terlibat dalam judi online sepanjang 2024 mencapai 8,8 juta orang, dengan 80 persen di antaranya berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri, yang menyebut judi online sebagai fenomena global yang berkembang pesat di era digital dan menjadi masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan pemerintah.
“Kemudahan sistem pembayaran judi online melalui bank, e-wallet, dan pulsa meluas karena lemahnya pengawasan perbankan oleh OJK dan pengawasan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia,” ujar Achmad Deni Daruri.
Sumber: Katakaltim.com
![Rajiv](https://spiritkita.com/wp-content/uploads/2024/03/ilustrasi-penulis-berita-by-pixabay-440x266-1-80x80.webp)
![Redaksi](https://spiritkita.com/wp-content/uploads/2024/07/iconSpiritkita-48x48.png)
![Tim Spiritkita](https://spiritkita.com/wp-content/uploads/2024/03/Logo-Gaming-48x48.png)