Ahmad Yusran: Stockpile Batubara di Tanjung Ringgit Tak Sesuai Standar Lingkungan
PALOPO, SPIRITKITA – Keberadaan stockpile batubara di Pelabuhan Tanjung Ringgit, Kota Palopo, kembali menuai sorotan.
Ketua LSM Lingkungan Hidup Forum Komunitas Hijau, Ahmad Yusran, menilai penyimpanan batubara tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi pemerintah daerah dan masyarakat yang terdampak langsung.
Menurut Yusran, stockpile merupakan tempat penyimpanan batubara setelah melalui proses distribusi panjang dari tambang hingga ke lokasi tujuan.
Namun, kondisi penyimpanan yang tidak sesuai standar, seperti tidak adanya atap atau jaring pengaman debu, menjadi masalah serius.
“Fakta di lapangan menunjukkan kondisi stockpile batubara di sana tidak menggunakan atap atau pengaman debu. Hal ini jelas dikhawatirkan dapat mempengaruhi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar,” ujarnya, Rabu (18/12/2024).
Debu yang berterbangan pastinya berdampak pada pemukiman warga dan berpotensi menimbulkan penyakit,” sambungnya.
Yusran menjelaskan bahwa penyimpanan batubara di tempat terbuka dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
1. Dampak Lingkungan:
– Pencemaran Udara: Debu halus dari kokas batubara dapat terbang ke udara dan menyebabkan polusi yang berbahaya.
– Pencemaran Air: Air hujan dapat melarutkan zat beracun seperti sulfur dan logam berat, yang berpotensi mencemari tanah dan air permukaan.
– Degradasi Tanah: Residu batubara dapat merusak kesuburan tanah, membuatnya tercemar dan tidak layak untuk ditanami.
2. Dampak Kesehatan:
– Paparan Debu Berbahaya: Debu batubara dapat menyebabkan iritasi mata, kulit, dan saluran pernapasan, serta meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti asma dan bronkitis.
– Paparan Zat Beracun: Batubara mengandung senyawa berbahaya seperti benzo(a)pyrene yang bersifat karsinogenik dan berpotensi meningkatkan risiko kanker dalam jangka panjang.
“Debu kokas itu mengandung partikel halus yang berbahaya jika terhirup. Ini harus menjadi perhatian serius, apalagi jika warga terus-menerus terpapar,” tegasnya.
Selain dampak lingkungan dan kesehatan, Yusran menyoroti perlunya penyimpanan batubara yang memenuhi standar keamanan dan regulasi lingkungan.
Ia menilai ada solusi yang harus segera diterapkan untuk mencegah dampak buruk tersebut.
Menyimpan batubara di tempat terbuka tanpa pengamanan jelas tidak memenuhi standar.
Baik pengirim maupun penerima batubara harus mematuhi regulasi lingkungan yang berlaku,” katanya.
Untuk itu, ia mendorong penerapan solusi penyimpanan yang lebih aman, seperti:
1. Gudang Tertutup: Menyimpan batubara di area tertutup untuk mencegah paparan cuaca.
2. Penutup Kokas: Menggunakan terpal atau penutup khusus untuk melindungi batubara dari hujan dan angin.
3. Pengendalian Debu: Memasang sistem penyemprot air atau filter udara untuk meminimalisir polusi debu.
4. Drainase yang Baik:Membuat sistem drainase untuk mencegah genangan air hujan yang dapat mencemari lingkungan.
“Pemerintah daerah harus bertindak tegas dengan memastikan seluruh aktivitas stockpile batubara tersebut mematuhi standar yang berlaku. Ini demi menjaga lingkungan dan kesehatan masyarakat,” tutupnya.
Terpisah, dilansir dari linteranews.com, Manajer PT BMS Luwu, Sulkarnaen, mengonfirmasi bahwa tumpukan batu bara impor yang berada di Pelabuhan Tanjung Ringgit telah diproses menjadi kokas, sehingga tidak lagi berpotensi mencemari lingkungan.
“Ini kokas, hasil olahan batu bara, yang tidak lagi berbahaya dan tidak akan mencemari lingkungan,” ujar Sulkarnaen.
Ia juga menjelaskan bahwa Kokas Impor tersebut diturunkan di Pelabuhan Tanjung Ringgit karena pelabuhan PT BMS belum mampu melayani kapal besar, hanya kapal tongkang yang
dapat berlabuh.
“Kokas impor ini diturunkan di Tanjung Ringgit karena pelabuhan kami hanya bisa menangani kapal tongkang,” katanya.
Pilihan Editor: Material Batu Bara Kokas di Pelabuhan Tanjung Ringgit Jadi Sorotan DPRD Palopo