Dampak Liberalisasi Pendidikan dan Tantangan Akses Pendidikan di Kota Palopo

PALOPO,SPIRITKITA — Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia, terjadi liberalisasi pendidikan yang mengarah pada minimnya tanggung jawab negara terhadap pendidikan. Melalui otonomi institusi pendidikan, minimalisasi peran negara, dan kebijakan “pintu terbuka” bagi pendidikan asing, tanggung jawab negara semakin melemah. Indonesia perlahan meninggalkan paradigma negara kesejahteraan dan beralih ke paradigma negara pasar bebas, termasuk dalam sektor pendidikan.

Liberalisasi pendidikan ini menjadi nyata setelah Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 1995 dan meratifikasi perjanjian General Agreement on Trade in Services (GATS) melalui UU No. 7 tahun 1994. Perjanjian GATS mencakup 12 sektor jasa yang harus di liberalisasi, termasuk sektor pendidikan. Akibatnya, pendidikan di anggap sebagai komoditas yang dapat di perjualbelikan.

Dalam konteks Kota Palopo, situasi pendidikan juga terdampak. Banyak calon mahasiswa dari Luwu Raya mengalami kesulitan mengakses pendidikan tinggi. Otonomi institusi pendidikan tinggi menyebabkan biaya masuk yang ditentukan oleh kampus menjadi mahal, sehingga calon mahasiswa dari latar belakang ekonomi rendah mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan tinggi.

Ahmad Iswadi, Ketua Eksekutif Komisariat LMND ATI Dewantar Palopo, menyampaikan keprihatinannya terhadap liberalisasi pendidikan dan peran negara yang semakin minim. Ia juga mempertanyakan apakah amanat mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dipercayakan sepenuhnya pada mekanisme pasar.

Dampak liberalisasi pendidikan dan tantangan akses pendidikan di Kota Palopo menjadi isu yang penting untuk diperhatikan dalam upaya mencapai pendidikan yang inklusif dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.(*)

Dapatkan Update Berita Pilihan Menarik
di Fanspage dan Tiktok Anda
Spiritkita
Pemkot Palopo

Banner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *