Dirjen Otda Kemendagri Sebut Wacana Kada Dipilih DPRD
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menyebutkan, wacana kepala daerah (Kada) dipilih kembali oleh DPRD kembali merebak.
Hal itu muncul setelah adanya ketidakpuasan dari masyarakat terhadap proses dan hasil Pilkada yang masih banyak masalah.
Akmal yang menggantikan Soni Sumarsono yang telah memasuki masa purnabakti menyebutkan wacana ini sah-sah saja muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap proses dan hasil Pilkada.
Hanya saja, wacana tersebut masih butuh pembahasan panjang dan butuh dibuat lagi peraturan yang mengikat.
“Undang-undang disahkan di DPR sehingga butuh pembahasan panjang. Aspirasi ini jelas akan menjadi catatan oleh Kemendagri,” kata Akmal usai menghadiri FGD kepada Wartawan.
Lain halnya dengan ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) inisiatif Veri Junaidi. Veri berpendapat, pemilihan umum langsung sebenarnya sudah baik dan tak perlu dikembalikan lagi ke mekanisme lama dengan dipilih DPRD.
“Demokrasi kita sebenarnya sudah sangat maju. Sistem (pemilihan umum langsung) juga sudah sangat baik. Hanya memang kita perlu memperbaiki kekurangan-kekurangannya,” ujar Veri.
Veri ingat betul alasan pilkada oleh DPRD diubah menjadi pilkada langsung, yakni untuk menghindari transaksi politik yang besar.
Sebab, jika kepala daerah dipilih DPRD, potensi kongkalikong calon kepala daerah dengan DPRD sangat tinggi.
Oleh sebab itu, kini tak mungkin lagi pemilihan kepala daerah mundur kembali dengan dipilih oleh DPRD.
“Siapa yang bisa menjamin saat dialihkan ke DPRD, politik uangnya tidak akan semakin besar? Bukankah dulu mengapa dialihkan dari pemilihan oleh DPR salah satu faktornya kan transaksi politik pada saat pemilihan besar,” ujar Veri.
Sementara itu, salah satu pemimpin parpol, Zulkifli Hasan melihat, wacana tersebut sebagai salah satu jalur untuk menghindari para calon dari politikuang. Ia mengungkapkan bahwa biaya kampanye dan saksi bagi calon kepala daerah cukup mahal.
Kendati demikian, Zulkifli juga menawarkan mekanisme alternatif, seperti Eropa di mana para calon ditanggung oleh negara. Di sisi lain, kata Zulkifli, Indonesia juga bisa meniru mekanisme di Amerika Serikat yang mengizinkan kandidat mencari uang dengan aturan yang ketat.
“Sekarang kan enggak boleh, tapi biayanya besar ya mau gimana?. Saksi kan perlu makan, perlu datang, darimana duitnya?,” kata Zulkifli.
Ketua Umum PAN itu juga menegaskan bahwa perlu adanya sistem alternatif terkait pembiayaan pilkada agar parpol dan para calon bisa memperoleh biaya politik yang sesuai dengan ketentuan hukum.(******)









