Eksekutif Kota LMND Palopo Gelar Simposium Pendidikan dengan Sukses
PALOPO,SPIRITKITA – Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Palopo (EK-LMND Palopo) sukses menggelar agenda Simposium Pendidikan Kota sebagai bagian dari rangkaian kegiatan menyambut Hari Lahir LMND yang ke-24. Simposium ini bertujuan untuk mendiskusikan isu-isu dan tantangan dalam Sistem Pendidikan Nasional yang dianggap telah menyimpang dari semangat dan cita-cita Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 mengenai “mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Agenda simposium, yang dibuka oleh Adri Fadli selaku ketua EK-LMND Palopo, mengusung tema “Pendidikan Sebagai Pilar Politik Kemajuan Bangsa”. Dalam sambutannya, Adri menyampaikan bahwa Konstitusi Indonesia memberikan tanggung jawab kepada negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, dalam konteks globalisasi dan arahan dari WTO dan GATS, Indonesia terdorong menuju liberalisasi pendidikan. Liberalisasi ini tercermin dalam peraturan yang mengatur otonomi institusi pendidikan milik negara, peran serta masyarakat yang ditingkatkan sementara peran negara diminimalisasi, standarisasi Badan Hukum Pendidikan bagi semua institusi pendidikan, serta pembukaan peluang bagi institusi pendidikan asing di Indonesia.
Simposium ini diadakan pada tanggal 9 Juli 2023 di gedung Sakotae Palopo dengan moderator Adrianto, seorang staf Dept. Kajian dan Bacaan LMND Palopo. Diskusi ini melibatkan dua narasumber, Dr. H. Suaedi, S.Pd., M.Si, Direktur Akademi Teknologi Industri Dewantara Palopo, dan Musafir Jasin, S.AN., M.Si, Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Veteran Palopo. Acara ini dihadiri oleh sekitar 70 peserta dari berbagai lembaga kemahasiswaan baik internal maupun eksternal kampus di Palopo.
Dalam penyampaian narasumber, mereka menjelaskan tentang kegagalan sistem pendidikan nasional yang cenderung fokus pada mencetak lulusan perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perusahaan multinasional. Mereka juga menyoroti kebijakan PTN-BH yang memberikan otonomi kepada kampus dalam mengatur urusan makro, sehingga alokasi anggaran 20% dari APBN/APBD sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 31 UUD 1945 tidak lagi diberikan kepada perguruan tinggi negeri. Hal ini menyebabkan biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri menjadi mahal dan tergantung pada mahasiswa. Para narasumber juga menekankan bahwa sistem pendidikan kita belum mampu mencetak individu-individu yang memiliki karakter dan martabat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai solusi, mereka mengusulkan pendidikan yang berbasis kebudayaan.
Adri Fadli dalam penutup diskusi ini menyampaikan bahwa pengembangan kualitas pendidikan harus adaptif menghadapi tantangan yang semakin disruptif, dengan prinsip tanpa meninggalkan siapapun. Namun, ia juga menyoroti pengembangan pendidikan yang hanya bertujuan menambah biaya dan memberatkan masyarakat, yang justru menjauhkan pendidikan dari cita-citanya yang inklusif dan dapat diakses oleh semua kalangan. Ia juga menekankan pentingnya mengatasi isu-isu serius dalam pengelolaan kampus yang terfokus pada keuntungan daripada peningkatan riset dan pengabdian yang berorientasi pada dampak sosial. Adri mengajak semua pihak untuk mendorong pendidikan menjadi isu strategis pada tahun 2024 mendatang.(*)








