Koni Palopo

Jenis Obat yang Berpotensi Lawan Virus Corona Menurut Ilmuwan Kesehatan

Ilustrasi

Jenis Obat

Beberapa jenis obat terus berupaya dikembangkan oleh para ilmuwan kesehatan untuk mengobati Covid-19 yang saat ini telah menjadi pandemi.

Walau ketiga penyakit itu tidak memiliki kesamaan dengan novel virus corona, Obat Malaria, HIV dan hipertensi dikembangkan untuk melawan SARS-CoV-2 karena menjanjikan hasil positif.

Obat corona
Ilustrasi

Berikut obat-obatan yang tampaknya efektif melawan COVID-19 seperti dilansir Laman Los Angeles Times, dikutip dari Antara

Klorokuin

Klorokuin merupakan versi sintetis kina, yakni senyawa alami yang diekstrak dari kulit pohon kina sejak awal tahun 1600-an. Obat ini digunakan pasien malaria selama beberapa abad.

“Cara kerja obat ini adalah dengan memperlambat replikasi virus memasuki sel,” kata Karla Satchell, ahli mikrobiologi di NorthwesternUniversity Feinberg School of Medicine.

Klorokuin disebut membatasi kemampuan virus menggunakan ruang dalam sel (disebut vakuola) untuk masuk ke dalam targetnya.

Uji klinis dilakukan di Cina untuk menguji kemanjuran klorokuin terhadap virus corona baru hasil awal menunjukkan potensi mengurangi tingkat replikasi virus.

Klorokuin diketahui aman untuk manusia (meskipun bisa mengakibatkan keracunan pada tingkat overdosis). Dalam penelitian praklinis, obat ini terbukti efektif melawan infeksi virus seperti sindrom pernapasan akut (SARS), sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) dan HIV.

Sebelumnya, juru bicara pemerintah Indonesia untuk penanganan COVID-19, Achamd Yurianto menegaskan klorokuin digunakan untuk membantu penyembuhan penyakit yang disebabkan virus corona baru, bukan pencegahan infeksi COVID-19.

Dia meminta masyarakat tidak membeli atau menyimpan jenis obat ini karena tergolong obat keras dan harus menyertakan resep dokter.

Hidroksiklorokuin

Obat ini metabolit obat malaria yang berpotensi mengobati penyakit autoimun tertentu seperti lupus dan rheumatoid arthritis. Para ilmuwan berpikir obat ini bekerja dengan mengganggu komunikasi antar sel dalam sistem kekebalan tubuh

Dokter sedang mengujinya pada pasien COVID-19. Mereka berteori, jika klorokuin bermanfaat, maka hidroksiklorokuin mungkin juga dan hasil laboratorium baru-baru ini tampaknya mendukung teori ini.

Sekitar tujuh uji klinis telah dimulai di Cina untuk menguji obat ini pada pasien dengan COVID-19. Peneliti dari Universitas Minnesota juga melakukan pengujian pada minggu ini.

“Setelah 90 hari kita akan memiliki beberapa indikasi apakah ini efektif atau tidak dan seberapa efektif itu bisa terjadi,” kata Dr. Jakub Tolar, dekan Fakultas Kedokteran Universitas Minnesota.

Hasil laboratorium awal di Cina menunjukkan hidroksiklorokuin menghambat infeksi SARS-COV-2. Obat ini diklaim aman untuk digunakan pada manusia.

Kaletra

Obat ini kombinasi dua obat antivirus yakni lopinavir dan ritonavir yang digunakan melawan HIV. Lopinavir mencegah enzim virus memotong protein penting yang merupakan kunci untuk reproduksi HIV. Sementara ritonavir membantu meningkatkan konsentrasi lopinavir dalam sel.

Para ilmuwan bertanya-tanya apakah keduanya dapat mengganggu siklus hidup SARS-COV-2 dengan cara yang sama. Tetapi sebuah penelitian dalam New England Journal of Medicine melaporkan, obat ini tidak bermanfaat bagi pasien dengan COVID-19 yang parah.

Remdesivir

Obat ini dikembangkan Gilead Sciences untuk melawan Ebola tetapi tak terbukti efektif. Namun, remdesivir terbukti memiliki beberapa efek terhadap MERS dan SARS dalam lini sel dan pengujian hewan terbatas.

Mengingat penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh virus corona, peneliti berpendapat mungkin juga memiliki beberapa efek terhadap penyebab COVID-19.

Bagaimana persisnya remdesivir bekerja belum jelas, meskipun sebuah penelitian baru menunjukkan tampaknya menghambat replikasi RNA selama siklus reproduksi virus corona.

Remdesivir diberikan kepada pasien COVID-19 pertama di Amerika Serikat setelah kondisinya memburuk. Dia mulai pulih pada hari berikutnya, menurut sebuah studi kasus dalam New England Journal of Medicine. Namun, apakah obat itu benar-benar bertanggung jawab atas perbaikan itu masih belum diketahui.

“Meskipun remdesivir telah diberikan kepada beberapa pasien dengan COVID-19, kami tidak memiliki data
yang kuat untuk menunjukkan obat ini bisa meningkatkan hasil klinis,” ujar direktur National Institute of
Allergy and Infectious Diseases (NIAID), Dr. Anthony S. Fauci.

Losartan

Obat hipertensi ini mencegah hormon angiotensin mengikat ke reseptor pembuluh darah. Para ilmuwan berhipotesis losartan dapat membantu pasien dengan COVID-19 karena sebagai penghambat reseptor angiotensin, obat ini menghambat virus masuk ke dalam sel. Peneliti dari Universitas Minnesota belum menentukan subjek dalam uji klinis mereka.(ant)

Dapatkan Update Berita Pilihan Menarik
di GoogleBerita dan Whatsapp Anda
Spiritkita




Pasangiklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *