URL Berhasil Disalin
URL Berhasil Disalin
Pemkab Luwu Rakor Terkait Macceratasi FKN XIII, SBJ: Gelar Gladi 5 Hari Sebelum Pelaksanaan
Pemerintah Kabupaten Luwu mengadakan rapat koordinasi antar panitia FKN XIII (festival keraton nusantara) jelang acara Macceratasi yang rencananya di gelar di daerah Ulo-ulo di Belopa, Kamis 29 Agustus 2019.
Pada rapat yang dihadiri Maddika Bua, pihak Kejari Luwu, Wakapolres Luwu, Pabung, Camat se-Luwu, Kepala Dinas yang terkait, tokoh-tokoh Agama serta tokoh Adat, Wakil Bupati Luwu, Syukur Bijak (SBJ) menegaskan, Pemkab Luwu dalam hal ini panitia yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Luwu harus mempersiapkan acara ini semaksimal mungkin.
“Dalam rangka evaluasi terkait acara Macceratasi, kita sebagai tuan rumah tentunya harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin,” ucap Syukur Bijak.
Karenanya, pada rapat tersebut, SBJ meminta ketua panitia yang telah dibentuk untuk memaparkan pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing panitia yang telah ditunjuk.
Diakhir rapat, SBJ meminta panitia menggelar gladi kegiatan acara Macceratasi 5 hari sebelum hari pelaksanaan.
“Kita butuh gladi untuk kesiapan acara Festival Keraton Nusantara(FKN). Gladi dilakukan 5 hari sebelum hari di mulainya acara kegiatan Festival Keraton Nusantara(FKN) ini,” pungkas SBJ.
Diketahui, Macceratasi atau acara Pesta Laut adalah salah satu acara mengucapkan doa syukur atas nikmat dan rejeki dari hasil laut yang melimpah, sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Pemberi Rezeki.
Pada FKN XIII tahun 2019 ini, Panitia Pelaksana telah merancang agar kegiatan Macceratasi jauh dari nuansa musyrik.
Jika dalam ritual sebelumnya darah kerbau, kambing dan ayam yang disembelih oleh para nelayan dibawah ke laut yang menggambarkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Maha Pencipta, di FKN XIII, darah kerbau, kambing dan ayam yang disembelih tersebut diganti menjadi Bibit ikan.
Macceratasi dalam mitologi I La Galigo disebut bahwa pada masa paling awal, bumi ini dalam keadaan kosong dan mati. Tidak ada satupun makhluk hidup yang berdiam dimuka bumi. Keadaan itu digambarkan oleh naskah I La Galigo, bahwa tidak ada seekor burungpun yang terbang di angkasa, dan tidak ada seekor semut pun yang melata di atas muka bumi ini, serta tidak ada seekor ikanpun yang berenang di dalam lautan dan samudra.
Melalui suatu musyawarah antara Dewa- Dewa Penguasa dari seluruh lapisan alam ini, baik dari “Boting Langi” atau khayangan, maupun dari “Toddang Toja” atau dasar samudra yang ketujuh, maka To PalanroE atau Yang Maha Pencipta memutuskan akan menciptakan kehidupan dimuka bumi atau atawareng ini, dengan tujuan agar kelak mereka akan mengucapkan doa memohon keselamatan bila mereka ditimpa bencana dan malapetaka dan atau mengucapkan “Doa Syukur” bila mereka mendapat rahmat dan rejeki dari Yang Maha Esa.(asmi)









