Perairan Sulsel Zona Merah Destructive Fishing, Terumbu Karang di Bua Terancam Punah

bom ikan

Perairan Sulsel Zona Merah Destructive Fishing, Terumbu Karang di Bua Terancam Punah

Terumbu karang di perairan Bua yang merupakan kawasan Teluk Bone terancam punah. Penyebabnya diduga akibat adanya aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak atau destructive fishing.

Sejumlah nelayan di Bua mengeluhkan kondisi tersebut. Menurut mereka, kerusakan terumbu karang mengancam habitat ikan dan hewan lainnya yang hidup di bawah laut.

Olehnya itu, guna mengantisipasi punahnya terumbu karang, nelayan mendorong dua hal untuk dilakukan pihak terkait. Pertama, melakukan patroli rutin guna mengawasi aktivitas illegal fishing di perairan Teluk Bone.

“Tentu ini menjadi tugas kita bersama, namun kami berharap peran aktif dari aparat keamanan serta pemerintah,” ujar Pardi, nelayan di Bua seperti dikutip dari Sindo News.

“Kedua melakukan peremajaan terumbu karang melalui transplantasi terumbu karang. Transplantasi terumbu karang wajib diikuti oleh seluruh nelayan, khususnya di Kecamatan Bua,” lanjutnya.

Pardi yang tergabung dalam komunitas Pa’Kabi ini mengungkapkan, pihaknya siap berpartisipasi dalam upaya penyelamatan melalui transplantasi terumbu karang.

Terpisah, Kepala Dinas Perikanan, Andi Fatahillah juga mengakui masih adanya aktivitas bom ikan di teluk Bone. Bahkan sejumlah kasus telah ditangani oleh polisi perairan beberapa waktu lalu bersama dengan Polres Luwu.

“Kendala kami saat ini polisi perairan atau polairut sudah tidak di bawah kewenangan Dinas Perikanan Kabupaten Luwu. Meski demikian, seluruh informasi terkait ini selalu kami koordinasikan dengan pihak Polres Luwu dan sejumlah kasus berhasil diungkap hingga pelakunya diadili,” ujarnya.

Pemprov Sulawesi Selatan Minta Pemda Kompak Bekerjasama

Selain itu, Andi Fatahillah menyebutkan, program sosialisasi dan edukasi terkait illegal fishing juga menjadi agenda tahunan, memberikan pemahaman ke warga tentang dampak negatif yang ditimbulkam dari penggunaan bom ikan.

“Selain melanggar hukum, bom ikan juga membahayakan pelakunya. Tidak sedikit kejadian yang menyebabkan pelakunya cacat hingga meninggal dunia. Tidak kalah penting bom ikan merusak ekosistem laut yang tentunya berdampak pada mata pencaharian nelayan atau kelangsungan hidup masyarakat nelayan,” ujarnya.

Sebelumnya sempat diberitakan, Lokasi perairan di Sulawesi Selatan masuk sebagai salah satu zona merah pengeboman ikan. Perairan Sulsel Zona Merah

Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Makassar Sitti Chadidjah menyatakan, semakin banyak nelayan yang menangkap ikan menggunakan cara-cara instan seperti pengeboman karena jauh lebih praktis dan ekonomis kendati mengancam kerusakan ekosistem laut.

Pemprov Sulsel Bebaskan Denda Pajak Kendaraan Bermotor, Segera ki Bayar

Sitti Chadidjah menyatakan, penegakan hukum yang dilakukan terhadap para nelayan yang mencari ikan dengan cara-cara ilegal itu sudah cukup sering dilakukan oleh pihak berwenang baik Kepolisian Perairan maupun TNI Angkatan Laut (AL).

“Mereka itu tergiur dengan hasil yang didapatkan walaupun caranya mendapatkan ikan melanggar hukum. Yang pasti, kami tetap melakukan sosialisasi dan edukasi agar mereka semua bisa menghentikan perbuatannya,” kata Sitti Chadijah

Hal sama dikemukakan Kepala Bidang Pengawasan, Pengendalian dan Informasi BKIPM Makassar Putu Sumardiana yang mengatakan jika luas terumbu karang Indonesia berdasarkan data Coremap-CTI LIPI pada 2016 seluas 25.000 kilometer persegi atau sekitar 10 persen luas terumbu karang dunia.

“Kalau data Coremap-CTI LIPI itu 25.000 kilometer persegi luas terumbu karang kita. Tapi kita juga tidak tahu yang hancur itu berapa persen. Makanya, ini harus disadari oleh semua pihak dan jika terus menyusut, kita juga yang akan rugi khususnya anak cucu kita nanti,” ucapnya.(sdn)

Dapatkan Update Berita Pilihan Menarik
di Fanspage dan Tiktok Anda
Spiritkita
Pemkot Palopo

Banner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *