Perdagangan Orang Masih Marak, 25 Bayi Dijual dan Jaringan Dikendalikan dari Lapas
Praktik perdagangan manusia yang telah dilarang di seluruh dunia, ternyata masih terus terjadi secara keji dan sistematis.
Terbaru, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat berhasil mengungkap kasus perdagangan bayi yang melibatkan 13 pelaku, dengan total korban mencapai 25 bayi.
Ironisnya, jaringan perdagangan manusia ini diketahui dikendalikan dari balik Lapas Cipinang menambah daftar panjang lemahnya pengawasan di dalam lembaga pemasyarakatan.
Perdagangan manusia bukan hal baru. Sejak abad ke-15, praktik ini dikenal dalam bentuk perdagangan budak trans-Atlantik.
Di Indonesia, bentuk eksploitasi semacam ini telah lama menghantui, terutama terhadap perempuan dan anak-anak, yang kerap dijadikan korban dalam praktik prostitusi hingga kerja paksa.
Kini, di era modern, meski aturan hukum telah tegas, praktik perdagangan manusia masih saja terjadi—bahkan menyasar anak-anak dan bayi.
Definisi dan Bentuk Eksploitasi
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perdagangan manusia mencakup perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan cara kekerasan, ancaman, penculikan, penipuan, atau jeratan utang, untuk tujuan eksploitasi.
Bentuk eksploitasi meliputi:
- Pelacuran
- Kerja paksa
- Perbudakan
- Pemerasan
- Pemanfaatan seksual atau organ tubuh
- Transplantasi ilegal
- Pemanfaatan tenaga untuk keuntungan materiil/immateriil
Korban biasanya mengalami penderitaan fisik, mental, psikis, ekonomi, hingga sosial, dan mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.
Ancaman Hukum Berat
Pelaku perdagangan orang dapat dikenai pidana penjara antara 3 hingga 15 tahun, serta denda antara Rp120 juta hingga Rp600 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 hingga Pasal 6 UU 21/2007.
Beberapa poin penting:
- Pasal 2: Pelaku eksploitasi di wilayah RI.
- Pasal 3 & 4: Eksploitasi lintas negara.
- Pasal 5 & 6: Eksploitasi melalui pengangkatan dan pengiriman anak.
Panggilan Darurat untuk Penegakan Hukum
Kasus yang terungkap di Jawa Barat menunjukkan bahwa penindakan terhadap perdagangan manusia belum maksimal.
Fakta bahwa operasi dilakukan dari dalam penjara menandakan adanya celah besar dalam sistem pemasyarakatan dan pengawasan digital.
Pakar hukum dan aktivis HAM mendesak pemerintah untuk meningkatkan pengawasan berbasis teknologi, memperketat izin pengangkatan anak, serta memberikan perlindungan nyata kepada kelompok rentan.
“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum. Ini bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Dan negara harus hadir tegas untuk menghentikannya,” ujar Risma, aktivis.
Dengan jumlah korban yang terus bertambah, Indonesia kini menghadapi darurat perdagangan manusia.
Upaya penegakan hukum harus ditingkatkan, bukan hanya menindak pelaku di lapangan, tapi juga memutus jaringan yang beroperasi diam-diam bahkan dari balik jeruji.







