PT Vale Diduga Cemari Lingkungan dengan Tumpahan Sulfur, Walhi: Pemerintah dan Kepolisian Harus Tindaklanjuti
PT Vale Diduga Cemari Lingkungan dengan Tumpahan Sulfur, Walhi: Pemerintah dan Kepolisian Harus Tindaklanjuti
Manajamen PT Vale Indonesia menggelar rapat bersama dengan Yayasan Konservasi Cinta Laut Indonesia (YKCLI) serta masyarakat di Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Luwu Timur.
Selain itu, hadir pula Kepala DLH Luwu Timur, Andi Tabacina, Kepala Desa Balantang, Musakkir Laiming, Kepala Desa Harapan, Syahbandar, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Luwu Timur.
Rapat ini membahas tentang adanya dugaan pencemaran lingkungan akibat tumpahan sulfur di Pulau Mori, Desa Balantang, Kecamatan Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel) oleh PT Vale Indonesia.
Ketua YKCLI, Reza mengatakan jika dírinya punya data terkait tumpukan sulfur di dasar laut.
“Di lokasi loading dísitu, sulfur itu banyak sekali berserakan, kalau perlu bawa sekup, banyak sekali,” kata Reza, Jumat (24/9/2021)
Untuk membuktikan itu, pihaknya sudah mengajak PT Vale Indonesia untuk melihat langsung sulfur di dasar laut. Hanya saja, ajakan tersebut belum díterima oleh pihak PT Vale Indonesia.
Warga pun meminta PT Vale Indonesia untuk bertanggung jawab atas tumpahan sulfur di perairan Luwu Timur.
Díharapkan, kejadian tumpahan sulfur ini tidak lagi terulang kembali karena díkhawatirkan bisa merusak ekosistem laut.
Dísisi lain kata Reza, nelayan juga sudah sulit menangkap ikan di perairan Luwu Timur, tidak seperti dulu. Sekarang, banyak nelayan mencari ikan di daerah perairan Sulawesi Tenggara sudah jarang di perairan Luwu Timur.
“Jadi bagaimana tanggung jawab PT Vale menjaga ekosistem laut di Luwu Timur,” tanya dia.
PT Vale Siap Recovery
Head Dept of Environment Dept di PT Vale Indonesia, Muh Adli Lubis dalam rapat tersebut mengatakan proses recovery oleh PT Vale pasti ada.
“Kita sebagai PT Vale ini akan coba melihat potensi untuk proses recoverynya seperti apa. Kami tidak akan lepas dari tanggung jawab itu, itu yang saya tekankan,” katanya.
Ia menambahkan proses handling sulfur dua kali dalam setahun. Pasalnya jika tidak ada sulfur, pabrik mati.
“Saya berkomitmen, kalau ini masih terjadi, hentikan, walaupun harus mati ini pabrik, tidak ada sulfur, pabrik mati,”
“Kalau itu masih terjadi, saya akan perintahkan hentikan itu dan saya yakinkan tidak ada kebocoran spil,” ujar dia.
Terpisah, Lembaga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan mendesak manajemen PT Vale Indonesia menghentikan sementara eksploitasi produksi nikel. Karena sudah mencemari lingkungan di pesisir Pulau Mori, Desa Harapan, Kabupaten Luwu Timur.
Kepala Departemen Advokasi dan Kajian Walhi Sulsel, Slamet Riadi di Makassar mendesak PT Vale menghentikan sementara operasional dan lakukan audit lingkungan terkait implementasi kebijakan perlindungan lingkungan perusahaan.
Dari laporan yang díterima masyarakat, dítemukan limbah sulfur yang masuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (B3) díduga mencemari ekosistem pesisir Pulau Mori.
Limbah tersebut berbentuk butiran-butiran kecil hingga sedang dan terlihat jelas di sungai muara, bibir pantai hingga di laut dangkal Pulau Mori. Masyarakat lokal meyakini bahwa limbah tersebut díduga berasal dari aktivitas tambang dan industri PT Vale Indonesia.
Slamet mengungkapkan pencemaran ekosistem lingkungan di pesisir laut bukan pertama kali terjadi saat kegiatan tambang dan industri perusahaan tersebut.
PT Vale Díduga Berulang Cemari Lingkungan
Data Walhi, tahun 2014, PT Vale Indonesia díduga mencemari laut Lampia akibat tumpahan minyak menutupi kawasan itu. Kemudian tahun 2018, kondisi dan kualitas lingkungan Danau Mahalona juga menurun drastis akibat sedimentasi tanah bekas penambangan.
Tahun ini, Pulau Mori ikut tercemar limbah Sulfur B3. Pencemaran ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan biota perairan, kesehatan, dan mata pencaharian masyarakat.
“Sekitar Pulau Mori itu banyak lahan tambak milik masyarakat dan sangat bergantung pada kesehatan dan kualitas air di sekitarnya sehingga, ketika perairan Pulau Mori tercemar maka lahan tambak di sekitarnya ikut tercemar,” ungkap dia.
Ia meminta pemerintah dan kepolisian segera menindaklanjuti dugaan peristiwa pencemaran itu agar tidak berkelanjutan. Walhi mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meninjau ulang pemberian penghargaan perusahaan hijau díberikan kepada PT Vale Indonesia.
Selanjutnya, menghentikan sementara aktivitas tambang dan produksi nikel perusahaan termasuk mendesak pemerintah mengusut pencemaran limbah tersebut dan meninjau ulang izin pertambangan PT Vale Indonesia.
“CEO PT Vale Indonesia harus bertanggung jawab secara hukum maupun lingkungan atas tercemarnya ekosistem perairan Luwu Timur, terutama di perairan Pulau Mori,” katanya.(red)








