Viral Video Dugaan Pungli di Samsat Makassar, Bapenda: Bukan Petugas Resmi
MAKASSAR, SPIRITKITA – Sebuah video yang memperlihatkan dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses penggantian plat nomor kendaraan di Samsat Makassar 2, Sudiang, viral di media sosial dan memicu keresahan publik.
Dalam video tersebut, seorang warga mengaku diminta membayar lebih dari tarif resmi yang tercantum dalam aplikasi Bapenda Sulsel Mobile.
Menanggapi hal ini, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulawesi Selatan memberikan klarifikasi pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Kepala Bapenda Sulsel Reza Faisal Saleh, menegaskan individu dalam video tersebut bukan aparatur sipil negara (ASN), bukan anggota Polri, dan bukan tenaga honorer yang bertugas di Samsat Makassar 2.
“Setelah kami lakukan penelusuran, oknum dalam video tersebut ternyata bukan aparat resmi Samsat. Saya juga telah meminta agar oknum tersebut segera dicari dan diamankan oleh pihak berwenang,” ujar Reza.
Reza memastikan seluruh proses pembayaran pajak kendaraan di Samsat harus dilakukan secara resmi dan transparan, baik melalui loket kasir resmi Samsat maupun aplikasi digital terverifikasi.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembayaran di luar jalur resmi. Gunakan layanan yang telah ditetapkan agar terhindar dari praktik pungli,” tegasnya.
Ia juga menekankan Bapenda Sulsel bersama mitra kerja Samsat berkomitmen memberikan pelayanan yang mudah, cepat, dan bersih dari pungli, sekaligus terus meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Kronologi dan Viral di Media Sosial
Sebelumnya, seorang warga Makassar mengaku kecewa karena diminta membayar Rp 525.000 saat memperpanjang pajak lima tahunan kendaraannya di Samsat Makassar.
Padahal dalam aplikasi Bapenda Sulsel Mobile, total biaya yang tertera hanya Rp 392.000, sudah termasuk administrasi dan biaya plat nomor baru.
“Padahal di aplikasi tertulis Rp 300 ribuan sudah termasuk semua biaya, tanpa pungli. Tapi saya malah diminta Rp 525.000 dengan alasan biaya plat,” tulis warga tersebut dalam unggahannya yang viral.
Selisih biaya yang mencapai Rp 132.000 ini memicu kecurigaan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas layanan Samsat di lapangan.








